This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Hallo Penjelajah

Sabtu, 20 April 2013

Medication Erorr

Artikel membahas medication erorr, bentuk bentuk / macam macam medication erorr, penyebab medication erorr, cara mencegah / pencegahan medication erorr dan cara penanganan jika terjadi medication erorr.
Medication Erorr atau kesalahan dalam pengobatan atau kesalahan dalam terapi obat adalah segala sesuatu tindakan tenaga kesehatan/profesional kesehatan yang menyebabkan pengobatan yang tidak tepat/ tidak rasional dan tidak sesuai standar yang semestinya.

A. Bentuk-bentuk / macam macam medication erorr :
1. Medication eror saat Prescribing
kesalahan saat melakukan peresepan seperti :
  • salah menulis resep, 
  • resep tidak jelas, resep tidak terbaca, 
  • permintaan dalam resep tidak jelas (jenis obat, dosis, rute pemerian, jumlah dll)
2. Medication eror saat Transcribing
 kesalahan yang terjadi saat menterjemahkan resep, seperti :
  • tidak memeriksa legalitas/kelengkapan resep, 
  • tidak mengetahui kesalahan/eror yang ada dalam resep, salah membaca resep. dll
3. Medication eror saat Dispensing
kesalahan pada saat meracik obat, seperti :
  • salah mengambil obat (jenis, jumlah, dosis dsb), 
  • salah mengambil kemasan/wadah, 
  • salah meracik, dan salah menulis etiket.
4. Medication eror saat Administration
kesalahan yang terjadi saat penyerahan obat, seperti :
  • salah menyerahkan obat kepada pasien yang tidak semestinya, 
  • ada obat yang tertinggal (tidak didapat pasien), 
  • tidak memberikan penjelasan mengenai obat seperti informasi obat, cara penggunaan, lama terapi, jadwal penggunaan obat dsb

B. Penyebab terjadi Medication Erorr :
penyebab terjadinya medication erorr antara lain :

  • informasi mengenai pasien tidak jelas, misalnya tidak ada riwayat alergi yang diinformasikan
  • pasien tidak mendapat penjelasan mengenai obat seperti cara pakai, frekuensi pemakaian, dsb
  • terjalinnya komunikasi yang buruk (miss communication) dalam peresepan seperti salam membaca resep, salam menulis resep, resep tidak terbaca dsb
  • salah dalam menuliskan etiket
  • suasana lingkungan kerja yang tidak nyaman dan kondusif memicu kesalahan human erorr
C. Cara mencegah Medication Erorr :
  • Awarness, hati-hati, teliti, dan waspada dalam menangani pasien
  • melakukan pengamatan menyeluruh secara sistemik dalam pelaksanaan pelayanan pasien
  • saling mengingatkan antar sesama tenaga kesehatan/profesional kesehatan
  • mengikuti aturan, standar baku dan SOP (standard operating procedure) yang benar
  • melakukan pemantauan, monitoring
D. Cara penanganan bila terjadi Medication erorr :
  • menghentikan penggunaan obat
  • memastikan keadaan/kondisi pasien
  • mengganti dengan obat yang benar dan menarik obat yang salah dengan penjelasan yang tepat dan benar
  • memastikan kembali kesalahan tersebut
  • menindak lanjuti ke dokter
  • melakukan dokumentasi
  • memperbaiki kinerja

Selasa, 09 April 2013

Jenis Efek Samping Obat


Ada 3 Tipe Jenis Efek Samping Obat atau Adverse Drug Reactions (ADRs) yang merugikan, yaitu tipe A, B, dan C :

1. Efek Samping Tipe A adalah efek samping yang sudah terdeteksi saat uji klinik, berkaitan dengan dosis (dose-related) dan timbul berkaitan dengan efek farmakologi (khasiat) dari obat tersebut. semakin tinggi dosis
meningkatkan efek samping yang ditimbulkan, secara umum efek samping tipe A ini tidaklah berat. contohnya penggunaan fenotiasin dapat menimbulkan ekstrapiramidal karena efek anti kolinergiknya, penurunan dosis berkemungkinan dapat menurunkan efek sampingnya. 
2. Efek Samping Tipe B adalah efek samping yang berupa alergi obat, efek samping ini umumnya berbahaya, bahkan bisa mengancam jiwa. seperti syok anafilaksis. pemberian ini dikontraindikasikan pada orang yang mengalami alergi ini. efek samping tipe B biasanya tidak terdeteksi pada pengujian klinis I sampai III, tapi mungkin terdeteksi pada pengujian klinis IV.

3. Efek Samping Tipe C adalah efek samping yang sulit dideteksi, efek samping ini timbul akibat pemakaian obat dalam jangka panjang. hubungan antar efek samping ini memang sulit untuk dibuktikan namun sangat diduga kuat berkaitan. contohnya prevalensi kanker payudara meningkat setelah terjadi peningkatan kontrasepsi pil kontrasepsi oran di masyarakat.


Sumber: Toksisitas

Tahap Tahap Uji Klinik

Ilmu Farmasi : Tahap Tahap Uji Klinik / Klinis , Tahap Uji Klinik / Klinis , Fase I, II, III dan IV
Tahapan Uji klinik atau uji klinis antara lain :
1. Uji Klinik Fase I
Pengujian pada sukarelawan sehat untuk mengetahui keamanan zat aktif pada manusia dan untuk mengetahui
rentang dosis aman serta profil farmakokinetiknya. (lebih fokus pada keamanan obat)

2. Uji Klinik Fase II
Pengujian pada orang sakit yang sesungguhnya dalam jumlah yang sedikit untuk mengetahui efektivitas zat aktif tersebut. (lebih fokus pada khasiat/efek farmakologi obat)

3. Uji Klinik Fase III
Pengujian pada pasien yang sesungguhnya dalam jumlah yang lebih besar, (random control dan double blind, intinya pengujian pada pasien acak dan tanpa ada perlakuan khusus) untuk melihat efektivitas dan kemungkinan timbulnya efek yang tidak diinginkan.

4. Uji klinik Fase IV
Pengujian saat  post marketing surveillance, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas dan efek yang merugikan setelah obat dilepas ke pasar dan dipakai oleh banyak pasien, pengujian ini dilakukan setelah mendapat ijin edar sementara. pengujian ini dilakukan apabila tidak ditemukan efek yang merugikan yang cukup serius saat uji klinik fase I sampai fase III. Selama uji klinik fase IV harus terus dipantau dan dimonitoring mengenai efek obat.

Sumber: Toksisitas

Uji Toksisitas


Ilmu Farmasi : Macam macam jenis Uji Toksisitas : Uji Toksisitas Akut, Uji Toksisitas Sub Akut, Uji Toksisitas Kronik, Uji Toksisitas Kronik, Uji Efek Pada Organ Reproduksi, Uji Karsinogenik, dan Uji Mutagenik
Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai efek toksik dari suatu senyawa kimia (obat). Produk atau sediaan obat harus memenuhi syarat khasiat (eficacy), bermutu (quality) dan aman (safety). untuk membuktikan khasiat maka dilakukan pengujan farmakologi, untuk mutu maka dilakukan pengujian karakteristik produk yang seharusnya diproduksi sesuai CPOB ; cGMP. sedangkan untuk keamanan dilakukan uji toksisitas, antara lain :

1. Uji Toksisitas Akut 
Uji toksisitas akut adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui nilai LD50 dan dosis maksimal yang masih dapat ditoleransi hewan uji (menggunakan 2
spesies hewan uji). pemberian obat dalam dosis tunggal dan diberikan melalui 2 rute pemerian (misalnya oral dan intravena). hasil uji LD50 dan dosisnya akan ditransformasi (dikonversi) pada manusia. (LD50 adalah pemberian dosis obat yang menyebabkan 50 ekor dari total 100 ekor hewan uji mati oleh pemerian dosis tersebut)

2. Uji Toksisitas Sub Akut
Uji toksisitas sub akut adalah pengujian untuk menentukan organ sasaran tempat kerja dari obat tersebut, pengujian selama 1-3 bulan, menggunakan 2 spesies hewan uji, menggunakan 3 dosis yang berbeda.

3. Uji Toksisitas Kronik
Uji toksisitas kronik pada tujuannya sama dengan uji toksisitas sub akut, tapi pengujian ini dilakukan selama 6 bulan pada hewan rodent (pengerat) dan non-rodent (bukan hewan pengerat). uji ini dilakukan apabila obat itu nantinya diproyeksikan akan digunakan dalam jangka waktu yang ckup panjang.

4. Uji Efek Pada Organ Reproduksi
Pengujian ini dilakukan untuk melihat perilaku yang berhubungan dengan reproduksi (perilaku kawin), perkembangan janin, kelainan pada janin, proses kelahiran, dan perkembangan janin setelah dilahirkan.

5. Uji Karsinogenik
Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan obat jika dikonsumsi dalam jangka panjang apakah dapat menimbulkan kanker. dilakukan pada 2 spesies hewan uji selama 2 tahun, pengujian ini dilakukan apabila nanti obat ini diproyeksikan digunakan pasien dalam jangka yang panjang.

6. Uji Mutagenik
Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah efek obat dapat menyebabkan perubahan atau mutasi pada gen pada pasien.
Sumber: Toksisitas

Selasa, 02 April 2013

Furosemid dan Kalium (Lasix dan Aspar-K)

a.      Lasix (ISO Vol.45 Hal.261 dan AHFS Drug Information ed.3 2010. Hal.2747  dan MIMS Ed.9 2009-2010 Hal.56)
Komposisi                : furosemid 40 mg/tablet
Indikasi                    : diuedema, liverasites, hipertensi ringan sampai
sedang
Dosis                       awal 2 kali sehari, pemeliharaan 1kali sehari,
maksimal 40 mg
Pemberian obat        : dapat diberikan bersamaan dengan makanan untuk
mengurangi rasa tidak nyaman pada gastrointestinal
Kontraindikasi         : gagal ginjal akut, hepatikoma, hipokalemia
Perhatian                  : hamil dan laktasi, ketidak-seimbangan cairan dan
elektrolit, ggn miksi, diabetes, serta gout.
Efek samping           : gangguan gastro intestinal, nefrokalsinosis pada
bayi prematur
Interaksi obat             :aminoglikosida, sisplatin, peningkatan ototoksisitas, sefaloridin, peningkaran nefrotoksisitas, penghambat ACE, penurunan tekanan darah secara tajam, efek antagonis dengan indometasin, potensiasi efek dengan salisilat, teofilin, litium,, relaksan otot, hipokalemia, dapat menimbulkan toksisitas digitalis.
Kemasan/harga         : 10x10 tablet/Rp.293.571,-
Dosis Lazim             : dosis 40 2x sehari, pemulihan 20 mg

b.      Aspar-K (ISO Vol.45 Hal.595 dan AHFS Drug Information ed.2 2010. Hal. dan MIMS Ed.9 2009-2010 Hal.334))
Komposisi                : kalium L-aspartat 300 mg/tablet
Indikasi                    : sebagai suplemen kalium pada gejala yang disertai
keseimbangan abnormal dari elektrolit jantung, hati, tetraplegi periodik hipokalemia yang disebabkan pemerian jangka panjang obat diuretika antihipertensi adrenokortikosteroid, digitalis dan insulin, gangguan metabolisme kalium sebelum dan sesudah operasi, diare dan muntah.
Dosis                        : 1-3 tablet 3x sehari, dosis ditingkatkan sesuai
beratnya gejala
            Pemberian obat        : berikan sesudah makan
Kontraindikasi         : gangguan ginjal berat, penyakit addison yang tidak
diterapi, dehidrasi akut, hiperkalemia pada pasien pemakai diuretik hemat kalium, dan pasien yang hipersensitifitas pada obat ini
Perhatian                  : asidosis sistemik, dehidrasi akut, disfungsi ginjal
kronik, jangan diberikan jika ada gangguan pasase GI karna mungkin terjadi tukak lambung dan usus
Efek samping           : gangguan gastrointestinal dan hiperkalemia
Interaksi obat           : sediaan anti aldosterol
Kemasan/harga         : dus 100 tablet/Rp.130.000,-
Dosis Lazim             : -